Minggu, 14 Januari 2018

Keimanan


                                                                  Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilahpengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.


Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.



1.Pengertian Iman Dalam Al-Qur’an dan Hadits
Arti iman dalam Al-Qur’an maksudnya membenarkan dengan penuh Keyakinan bahwa Allah SWT. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hambaNya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwaNya Al-Qur’an adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya.
Arti Iman dalam Hadits maksudnya iman yang merupakan pembenaran batin. Rasullallah menyebutkan hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya.



2.Arti Iman
Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah iman adalah 
“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan”

•Membenarkan dengan hati maksudnya menerima segala apa yang di bawa oleh Rasullullah.
•Mengikrarkan dengan lisan maksudnya mengucapkan dua kalimah syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasullullah” (tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah).
•Mengamalkan dengan anggota badan maksudnya hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkan dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.



3.Rukun Iman Dan Hal-Hal Yang Membatalkan
Rukun iman terbagi menjadi enam yaitu:
1.Iman kepada Allah SWT
2.Iman kepada para Malaikat
3.Iman kepada Kitab-kitab
4.Iman kepada para Rasul
5.Iman kepada Hari Kiamat
6.Iman kepada Qadha dan Qadar

Sabtu, 13 Januari 2018

Husnuzan

Pengertian husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang artinya berburuk sangka. Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan bisikan jiwa, yang dapat diwujudkan melalui perilaku yakni ucapan dan perbuatan. Pengertian husnuzan juga dapat diartikan sebagai sikap mental terpuji yang mendorong pemiliknya untuk bersikap, bertutur kata dan berbuat yang baik dan bermanfaat, sehingga dapat dikatakan bahwa husnuzan termasuk kedalam akhlak terpuji. Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela, karena akan mendatangkan kerugian.
Sungguh tepat jika Allah Swt dan rasul-Nya melarang berperilaku berburuk sangka. (lihat Q.S. Al-Hujurat, 49: 12).
Rasulullah Saw  bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari berprasangka buruk, karena berprasangka buruk itu sedusta-dusta pembicaraan (yakni jauhkan dirimu dari menuduh seseorang berdasarkan sangkaan saja).” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Adapun contoh-contoh perilaku husnuzan sebagai berikut:
  1. Husnuzan terhadap Allah Swt
Husnuzan terhadap Allah Swt artinya berbaik sangka pada Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta dan segala isinya yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan serta bersih dari segala sifat kekurangan.
Contoh seseorang berperilaku husnuzan atau berbaik sangka kepada Allah Swt yaitu dengan mensyukuri atas harta benda yang dimilikinya dengan jalan membelanjakan harta benda tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan  dunia dan akherat, bersyukur dengan lidah seperti mengucapkan Alhamdulillah, mengucapkan lafal-lafal dzikir lainnya, membaca Al-Qur’an, membaca berbagai buku ilmu pengetahuan dan melaksanakan amar nahi mungkar.
2. Husnuzan terhadap diri sendiri
Muslim dan muslimah yang husnuzan atau berbaik sangka terhadap diri sendiri tentu akan berprilaku terpuji terhadap dirinya sendiri, seperti: a. percaya diri yakni yakin dengan kemampuan dirinya, sehingga berani mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan, b. gigih dalam mencapai apa yang dinginkan dengan berkeras hati, tabah dan rajin, dan c. mampu berinisiatif yang positif dalam bidang yang ditekuninya dan sesuai dengan keahliannya.
3. Husnuzan terhadap sesama manusia
Husnuzan atau berbaik sangka terhadap sesama manusia merupakan sikap mental terpuji yang harus diwujudkan melalui sikap lahir batin, ucapan dan perbuatan yang baik, diridahi Allah Swt dan bermanfaat.
Sikap, ucapan, dan perbuatan baik, sebagai perwujudan dari husnuzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga serta bermasyarakat. Contohnya saling menghormati antar tetangga, dan tidak saling mencurigai.

Kamis, 11 Januari 2018

Fiqih_Ibadah

IBADAH
A.           Pengertian Ibadah
Semua yang kita perbuat dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia atau yang sering disebut dengan habluminallah dan hablu minannas. Agar hubungan tersebut terjaga, maka apa saja yang harus dilakukan yang hubungannya dengan Allah dan apa saja yang harus dilakukan sesama manusia, semua itu dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah.
Secara etimologi, ibadah berarti merendahkan diri serta tunduk dan taat kepada yang diibadahi, yaitu Allah Azza wa Zalla. Ibnu Taimiyyah berkata “ibadah adalah tunduk. Namun, ibadah yang diperintahkan oleh syariat adalah perpanduan antara ketaatan yang sempurna dan kecintaan yang penuh.”
Sebagaimana Firman Allah SWT. :
وما خلقت الجن والإنس إلاليعبدون
Artinya : “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56)
B.            Macam-macam Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
1.        Ibadah Mahdah
Ibadah mahdah atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya.[1] Jenis ibadah yang termasuk mahdah adalah :
a.          Wudhu
b.         Tayamum
c.          Mandi Hadats
d.         Shalat
e.          Puasa
f.          Haji
g.         Umrah
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip :
1)        Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al Quran  maupun  al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
2)        Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw
3)        Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri, shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya. keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
4)        Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
2.        Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah umum atau ghairu mahdhah adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah, misalnya; belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada empat yaitu:
a.         Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.
b.        Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bid’ah, atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c.         Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.        Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.


C.            Dasar-dasar Ibadah dan Fungsinya
1.        Dasar Ibadah
Ibadah harus dibangun atas tiga dasar. Pertama, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mendahulukan kehendak, perintah, dan menjauhi larangan-Nya. Rasulullah saw. Bersabda,
Ada tiga hal yang apabila terdapat dalam seseorang niscaya ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; bahwa ia tidak mencintai seseorang melainkan semata karena Allah; dan bahwa ia membenci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia membenci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik)
2.        fungsi ibadah
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam.
a.                     Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5 :  إياك نعبدوإياك نستعين“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”
b.                    Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
c.                     Melatih diri untuk berdisiplin
Suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya.


D.           Hikmah dari Ibadah
1.        Tidak syirik, Yaitu ia telah menegetahui segala sifat-sifat yang dimiliki-Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli- Nya.
2.        Memiliki ketakwaan, Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT.
3.        Terhindar dari kemaksiatan, Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat. Sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan.
4.        Berjiwa sosial, Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaaan lingkungan di sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya.
5.        Tidak kikir, Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT. Yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan ummat
E.            Syarat-syarat Ibadah
1.        Ikhlas, semata-mata mengharap ridho Allah Ibadah yang dilakukan oleh seseorang tidak akan diterima di sisi Allah, kecuali jika diniatkan karena-Nya. Tidak karena suami, orang tua, atasan kerja, dan sebagainya. Sebab yang seperti itu, bisa masuk kategori syirik yang samar.
2.        Mahabbah dan Taat (penuh rasa cinta dan tunduk)
Hendaknya seseorang melaksanakan ibadah karena karena taat dan rasa cintanya kepada Allah, bukan karena rutinitas dan keterpaksaan, sebab yang demikian itu akan menyebabkan terkabulnya ibadah yang ia lakukan.
3.        Sesuai dengan sunnah Rasulullah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ibadah adalah perkara taufiqiyyah.  Tidak diperkenannkan baggi seseorang melaksanakan ibadah, kevuali sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah. Allah berfirman, yang artinya: “Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah pasti mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Ali ‘Imran: 31)
4.        Istiqamah atau kontinue
Allah berfirman, yang artinya: “Hendaklah kamu istiqamah seperti yang diperintahkan.” (Hud: 112). Hendaknya ibadah kita dilakukan secara terus-menerus dengan hanya mengharap ridha Allah.
5.        Iqtishad (sedang-sedang saja)
Artinya dilakukan berdasarkan fitrah, sesuai dengan kapasitas dan tidak memisahkan antara yang satu dengan syarat yang lain.



[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.

Iman, Islam dan Ihsan

A.          Pengertian Iman, Islam dan Ihsan

1.             Hadist Tentang Iman, Islam dan Ihsan

عن أبي هريرة (ض) قال كان النبي (ص) بارزا يوما للناس فأته جبريل فقال ما الإيمان؟ قال الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه وبلقائه ورسوله وتؤمن بالبعث. قال ما الإسلام؟ قال الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤدي الزكة الفروضة وتصوم  رمضان. قال ما الإحسان؟ قال أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك . قال متى االساعة؟  قال ما المسؤل عنها بأعلم من السائل و سأخبرك عن أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في خمس لا يعلمها إلا الله ثم تلا النبي (ص) (إن عند الله علم الساعة) الآية ثم أدبر فقال ردوه فلم يروا شيئا فقال هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان
“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata pada suatu hari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam sedang tampak di hadapan orang-orang, tiba-tiba datang kepadanya seorang pria dan bertanya, ‘Apakah artinya Iman?’ Rasulullah menjawab ‘Iman ialah percaya kepada Allah, kepada malaikat-Nya, Rasul-Nya, dan kepada kebangkitan.’ Kemudian orang tersebut kembali bertanya ‘Apa artinya Islam?’ Rasuullah menjawab ‘Islam yaitu menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya, menegakkan sholat, membayar zakat, dan puasa Ramadhan.’ Lalu dia kembali bertanya ‘Apakah artinya Ihsan?’ Rasulullah menjawab ‘Ihsan ialah menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Dia. Biarpun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.’ Orang tersebut bertanya lagi ‘kapankah hari kiamat?’ Nabi menjawab ‘Orang yang bertanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya, tapi akan kuteragkan tanda-tandanya, yaitu apabila budak perempuan melahirkan majikannya, apabila pengembala unta telah bermegah-megah dalam gedung yang indah mewah, dan kiamat adalah salah satu dari 5 rahasia Allah yang hanya dia yang mengetahuinya.’ Kemudian rasulullah membaca ‘Hanya Allah yang mengetahui hari kiamat.’ Setelah itu orang tersebut pergi. Maka Nabi bersabda ‘ panggillah dia kemali’ akan tetapi mereka tidak melihatnya lagi. Rasulullah kemudian bersabda ‘itu lah jibril, dia mengajarkan Agama kepada umat manusia.”

2.          Pengertian Iman

Iman menurut bahasa yakin, sedangkan menurut syari’at keyakinan yang kokoh akan keberadaan Allah ta’ala sebagai pencipta dan bahwa dial ah satu-satunya dzat yang berhak diibadahi.
Dan Ahlus Sunnah berkeyakinan, iman adalah perkataan, perbuatan, dan niat (kehendak hati). Dan sesungguhnya, amal perbuatan termasuk ke dalam nama iman. [Qawaid wa fawaid arbain nawawiyah hal 38].
Iman dapat bertambah dan berkurang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ
”Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…” (Q.S. Al Fath : 4).
Keutamaan orang mukmin juga bertingkat-tingkat. Termasuk di antaranya perkataan sebagian ulama : “Tidaklah Abu Bakar mendahului kalian (dalam tingkatan ini) dengan banyaknya puasa, tidak juga banyaknya shalat, akan tetapi dia mendahului kalian dengan sesuatu yang tertanam di dalam hatinya”.
Iman juga memiliki rukun-rukun. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung. Barangsiapa yang menentangnya, maka ia akan sesat dan merugi. 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُۚ وَمَن يَكْفُرْ بِا للَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang mukmin, berimanlah kepada Allah, RasulNya, kitab suci yang telah diturunkan kepada RasulNya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kufur kepada Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya dan hari Kiamat, maka sungguh ia benar-benar tersesat.” (Q.S. An Nisaa` : 136).

3.             Pengertian Islam

Secara bahasa, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun secara istilah, disebutkan :
Islam adalah patuh dan tunduk kepada Allah dengan cara mentauhidkan, mentaati dan membebaskan diri dari kemusyrikan dan ahli syirik. [Syarah Tsalatsatil ushul, syaikh Ibn ‘Utsaimin hlm. 68-69]
Islam adalah agama yang dilandaskan atas lima dasar, yaitu :
1.             Mengucapkan dua kalimat syahadat
) أَشْهَدُ أَنْ لَاإِله إِلاَّالله وَأَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله),  artinya : Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan Aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah.
2.             Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah.
3.             Mengeluarkan zakat.
4.             Puasa pada bulan Ramadhan.
5.             Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
Kelima rukun tersebut merupakan amal lahiriah sebagai perwujudan dari makna Islam itu sendiri, yaitu kepasrahan diri secara total kepada Allah. Artinya, kepasrahan sebagai makna Islam tidak hanya disimpan dalam hati, melainkan diwujudkan lewat perbuatan nyata yaitu kelima rukun Islam tersebut.

4.             Pengertian Ihsan

Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu seperti itu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.

Sabda Rasulullah ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendefinisikan kata ihsan “engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya dan seterusnya” mengisyaratkan, bahwa seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu. Berarti, ia merasakan kedekatan Allah dan ia berada di depan Allah seolah-olah melihatNya. Hal ini menimbulkan rasa takut, segan dan mengagungkan Allah, seperti dalam riwayat Abu Hurairah: “Hendaknya engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya”.
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

B.          Hubungan dan Tahapan Iman, Islam dan Ihsan

1.             Hubungan Iman dan Islam

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan : Pembedaan antara islam dan iman. Ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila disebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencukupi yang lainnya. Seperti firman Allah Ta’ala “ Dan Aku telah ridho islam menjadi agama kalian.” ( al-Maidah : 3 )maka kata Islam disini sudah mencakup islam dan iman (Ta’liq syarah Arba’in hlm.17).

2.             Hubungan Iman Islam dan Ihsan

Islam, Iman adalah Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.
Berdasarkan nash-nash dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka ibadah mempunyai 3 tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba-lomaba untuk meraihnya, pada setiap derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, dan ia akan menemoati jannatul firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surge tingkat bawah akan memandangi penghuni surga-surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka. Adapun 3 tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.              Tingkat At-Taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda
b.             Tingkat Al-Bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda
c.              Tingkat Al-Ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda

3.             Muslim, Mu’min dan Muhsin

Oleh karena itulah para ulama’ menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64).

Maka dengan demikian jelaslah hubungan diantara ketiganya, dan bagi kita hendaknya bisa menjadi orang yang muslim haqiqi, bisa menjalankan semua perintah Allah ta’ala yang wajib maupun yang sunnah serta menjauhi larangan-larangannya. Mengimani apa saja yang wajib ia imani. Wallahu a’lam

Keimanan

                                                                  Pengertian Iman Kata Iman berasal dari  bahasa Arab  yang artinya...