Kamis, 11 Januari 2018

Iman, Islam dan Ihsan

A.          Pengertian Iman, Islam dan Ihsan

1.             Hadist Tentang Iman, Islam dan Ihsan

عن أبي هريرة (ض) قال كان النبي (ص) بارزا يوما للناس فأته جبريل فقال ما الإيمان؟ قال الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه وبلقائه ورسوله وتؤمن بالبعث. قال ما الإسلام؟ قال الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤدي الزكة الفروضة وتصوم  رمضان. قال ما الإحسان؟ قال أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك . قال متى االساعة؟  قال ما المسؤل عنها بأعلم من السائل و سأخبرك عن أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في خمس لا يعلمها إلا الله ثم تلا النبي (ص) (إن عند الله علم الساعة) الآية ثم أدبر فقال ردوه فلم يروا شيئا فقال هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان
“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata pada suatu hari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam sedang tampak di hadapan orang-orang, tiba-tiba datang kepadanya seorang pria dan bertanya, ‘Apakah artinya Iman?’ Rasulullah menjawab ‘Iman ialah percaya kepada Allah, kepada malaikat-Nya, Rasul-Nya, dan kepada kebangkitan.’ Kemudian orang tersebut kembali bertanya ‘Apa artinya Islam?’ Rasuullah menjawab ‘Islam yaitu menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya, menegakkan sholat, membayar zakat, dan puasa Ramadhan.’ Lalu dia kembali bertanya ‘Apakah artinya Ihsan?’ Rasulullah menjawab ‘Ihsan ialah menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Dia. Biarpun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.’ Orang tersebut bertanya lagi ‘kapankah hari kiamat?’ Nabi menjawab ‘Orang yang bertanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya, tapi akan kuteragkan tanda-tandanya, yaitu apabila budak perempuan melahirkan majikannya, apabila pengembala unta telah bermegah-megah dalam gedung yang indah mewah, dan kiamat adalah salah satu dari 5 rahasia Allah yang hanya dia yang mengetahuinya.’ Kemudian rasulullah membaca ‘Hanya Allah yang mengetahui hari kiamat.’ Setelah itu orang tersebut pergi. Maka Nabi bersabda ‘ panggillah dia kemali’ akan tetapi mereka tidak melihatnya lagi. Rasulullah kemudian bersabda ‘itu lah jibril, dia mengajarkan Agama kepada umat manusia.”

2.          Pengertian Iman

Iman menurut bahasa yakin, sedangkan menurut syari’at keyakinan yang kokoh akan keberadaan Allah ta’ala sebagai pencipta dan bahwa dial ah satu-satunya dzat yang berhak diibadahi.
Dan Ahlus Sunnah berkeyakinan, iman adalah perkataan, perbuatan, dan niat (kehendak hati). Dan sesungguhnya, amal perbuatan termasuk ke dalam nama iman. [Qawaid wa fawaid arbain nawawiyah hal 38].
Iman dapat bertambah dan berkurang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ
”Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…” (Q.S. Al Fath : 4).
Keutamaan orang mukmin juga bertingkat-tingkat. Termasuk di antaranya perkataan sebagian ulama : “Tidaklah Abu Bakar mendahului kalian (dalam tingkatan ini) dengan banyaknya puasa, tidak juga banyaknya shalat, akan tetapi dia mendahului kalian dengan sesuatu yang tertanam di dalam hatinya”.
Iman juga memiliki rukun-rukun. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung. Barangsiapa yang menentangnya, maka ia akan sesat dan merugi. 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُۚ وَمَن يَكْفُرْ بِا للَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang mukmin, berimanlah kepada Allah, RasulNya, kitab suci yang telah diturunkan kepada RasulNya (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kufur kepada Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya dan hari Kiamat, maka sungguh ia benar-benar tersesat.” (Q.S. An Nisaa` : 136).

3.             Pengertian Islam

Secara bahasa, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun secara istilah, disebutkan :
Islam adalah patuh dan tunduk kepada Allah dengan cara mentauhidkan, mentaati dan membebaskan diri dari kemusyrikan dan ahli syirik. [Syarah Tsalatsatil ushul, syaikh Ibn ‘Utsaimin hlm. 68-69]
Islam adalah agama yang dilandaskan atas lima dasar, yaitu :
1.             Mengucapkan dua kalimat syahadat
) أَشْهَدُ أَنْ لَاإِله إِلاَّالله وَأَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله),  artinya : Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan Aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah.
2.             Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah.
3.             Mengeluarkan zakat.
4.             Puasa pada bulan Ramadhan.
5.             Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
Kelima rukun tersebut merupakan amal lahiriah sebagai perwujudan dari makna Islam itu sendiri, yaitu kepasrahan diri secara total kepada Allah. Artinya, kepasrahan sebagai makna Islam tidak hanya disimpan dalam hati, melainkan diwujudkan lewat perbuatan nyata yaitu kelima rukun Islam tersebut.

4.             Pengertian Ihsan

Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu seperti itu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.

Sabda Rasulullah ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendefinisikan kata ihsan “engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya dan seterusnya” mengisyaratkan, bahwa seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu. Berarti, ia merasakan kedekatan Allah dan ia berada di depan Allah seolah-olah melihatNya. Hal ini menimbulkan rasa takut, segan dan mengagungkan Allah, seperti dalam riwayat Abu Hurairah: “Hendaknya engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya”.
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

B.          Hubungan dan Tahapan Iman, Islam dan Ihsan

1.             Hubungan Iman dan Islam

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan : Pembedaan antara islam dan iman. Ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila disebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencukupi yang lainnya. Seperti firman Allah Ta’ala “ Dan Aku telah ridho islam menjadi agama kalian.” ( al-Maidah : 3 )maka kata Islam disini sudah mencakup islam dan iman (Ta’liq syarah Arba’in hlm.17).

2.             Hubungan Iman Islam dan Ihsan

Islam, Iman adalah Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.
Berdasarkan nash-nash dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka ibadah mempunyai 3 tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba-lomaba untuk meraihnya, pada setiap derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, dan ia akan menemoati jannatul firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surge tingkat bawah akan memandangi penghuni surga-surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka. Adapun 3 tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.              Tingkat At-Taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda
b.             Tingkat Al-Bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda
c.              Tingkat Al-Ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda

3.             Muslim, Mu’min dan Muhsin

Oleh karena itulah para ulama’ menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64).

Maka dengan demikian jelaslah hubungan diantara ketiganya, dan bagi kita hendaknya bisa menjadi orang yang muslim haqiqi, bisa menjalankan semua perintah Allah ta’ala yang wajib maupun yang sunnah serta menjauhi larangan-larangannya. Mengimani apa saja yang wajib ia imani. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keimanan

                                                                  Pengertian Iman Kata Iman berasal dari  bahasa Arab  yang artinya...