Selasa, 09 Januari 2018

Karakteristik Akidah Islam

BAB I
PEMBAHASAN
   A.    Karakteristik Akidah Islam
1.          Aqidah Tauqifiyah (عقيدة توقيفية )
Aqidah Tauqifiyah, yakni bahwa dalam beraqidah dan memahami aqidah islam, kita wajib berhenti dan membatasi diri pada batas-batas ketetapan wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shaih saja. Kita tidak dibenarkan mengedepankan dan mendominankan peran penalaran akal dan logika dalam berakidah dan memahami akidah islam.
2.          Aqidah Ghaibiyah (عقيدة غيبية)
Aqidah Ghaibiyah, yakni bahwa muatan dan esensi aqidah islam itu didominasi oleh keimanan kepada yang gahib. Yang dimaksud dengan istilah ghaib dalam keimanan islam disini bukanlah “ghaib” versi dunia dukun dan paranormal, yang dibatasi pada keghaiban alam jin saja, dan hanya terkait dengan hal-hal yang selalu berbau mistik. Namun, yang dimaksud degan istilah ghaib menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ialah yang meliputi semua yang ada di balik alam nyata, yang tidak bisa ditangkap oleh kemampuan alami indra manusia, dan bahkan tidak mampu dijangkau oleh penalaran akal dan logika.
3.          Aqidah Syumuliyah (عقيدة شملية)
Aqidah Syumuliyah, yakni aqidah yang lengkap, sempurna, menyeluruh, komprehensif dan integral, yaitu aqidah dengan makna yang mencakup dan meliputi keseluruhan pokok, prinsip-prinsip dan rukun-rukun keimanan dengan segala konsekuensinya sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Sehingga seandainya ada seorang muslim yang telah menyatakan menerima dan mengimani semua isi dan konsekuensi rukun-rukun iman tersebut, kecuali ada 1%-nya saja misalnyaatau bahkan kurang dari itu yang tidak ia imani dengan penuh kepahaman kesadaran dan kesengajaan, maka seluruh keimanannya yang 99% itu bisa menjadi sia-sia.
B.     Penyebab Akhlak Buruk
Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran Konvergensi. 
1.          Nativisme
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.[1] Sebaliknya, jika seseorang memiliki kecenderungan kepada yang buruk, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi buruk.
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
2.          Empirisme
Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.[2] jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak itu buruk, maka buruklah pula anak itu. Aliran ini tampak begitu yakin bahwa akhlak buruk seorang anak ditentukan oleh faktor lingkungan.
3.          Konvergensi
Dalam aliran konvergensi akhlak dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
Aliran ini tampaknya sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadis di bawah ini:
والله اخر جكم من بطون امهتكم لا تعلمون شيئاوجعل لكم السمع والابصاروالافئدة لعلكم تشكرون (النحل : 78)
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl, 78)

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari.[3] Kesesuaian teori konvergensi tersebut, juga sejalan dengan hadis Nabi yang berbunyi:
كل مولود يولدعلى الفطرةفابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه (رواه البخارى)
Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fithrah (rasa ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi. (HR. Bukhari).
Ayat dan hadis tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori konvergensi juga menunjukan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan akhlak adalah kedua orang tua.[4] Orang tuanyalah yang dapat menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi. Dengan kata lain, orang tua berperan penting dalam penentuan akhlak buruk seorang anak. Tidak hanya orang tua, bahkan lingkungan sekitar pun mempengaruhi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa aklak buruk seseorang ditentukan oleh faktor internal yang disebabkan karena Keadaan Iman, Bisikan nafsu-syaitan, Makanan dan Minuman Haram. Dan faktor eksternal yang disebabkan oleh lingkungan dan pergaulan.
C.      Dampak Buruknya Akhlak
1.          Akhlaqul Madzmumah Kepada Allah SWT
Dalam rangka menghambakan diri secara total kepada Allah SWT, kita wajib berakhlaqul-karimah kepada-Nya dan jangan sampai membiasakan akhlaqul madzmumah kepada-Nya.[5] Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk perbuatan akhlaqul madzmumah kepada Allah SWT. antara lain meliputi pokok-pokok sebagai berikut:
a.          Enggan mengenali-Nya dengan baik dan benar
b.          Mendustakan firman-Nya
c.          Membangkang perintah dan melanggar larangan-Nya
d.          Melupakan-Nya
e.          Enggan memuji-Nya
f.           Menduakan-Nya
g.          Berprasangka buruk kepada-Nya
h.          Mengingkari Nikmat-Nya
i.           Terlalu percaya diri
j.           Berputus harapan kepada-Nya
2.          Akhlaqul Madzmumah Terhadap Sesama Manusia
Akhlaqul madzmumah terhadap sesama manusia pada prinsipnya ialah pembiasaan perbuatan yang tidak tepat dalam menempatkan diri di tengah-tengah komunitas manusia, khususnya dilihat dari kacamata islam. Sehingga harus ditinggalkan sejauh mungkin oleh setiap muslim.[6] Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk perbuatan akhlaqul madzmumah kepada sesama manusia antara lain meliputi pokok-pokok sebagai berikut:
a.          Mendustakan Para Ulama
b.          Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
c.          Membangkang terhadap Ulil Amri
d.          Tidak menghormati yang Tua, tidak menyayangi yang Muda
e.          Tidak menghargai Teman Sejawat
f.           Mengabaikan pihak yang lemah
g.          Tidak menghormati tetangga dan tamu
h.          Tidak menghargai lawan jenis
i.           Tidak waspada saat bergaul dengan non-muslim
3.          Akhlaqul Madzmumah Terhadap Dirinya Sendiri
a.          Tidak memiliki teman
b.          Terganggu psikisnya
Ali bin Abi Thalib r.a berkata :
“Tidak ada ketenangan bagi para pendengki, tidaklah memiliki teman orang yang cepat bosan, dan tidaklah ada yang menyukai orang yang buruk akhlaknya”.
4.          Akhlaqul Madzmumah Terhadap Alam
Akhlaqul madzmumah terhadap makhluk lain selain manusia yang harus kita jauhi, pada prinsipnya ialah ketidaktepatan kita dalam menempatkan makhluk
lain itu pada posisinya masing-masing.[7] Adapun bentuk nyatanya antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.          Semena-mena terhadap binatang
b.          Merusak tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar
D.     Penanggulangan Terhadap Akhlak Buruk
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam. Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak dapat dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.[8] Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun islam.
1.          Implementasi Rukun Islam Dalam Penanggulangan Akhlak Buruk
a.          Mengucapkan dua kalimat Syahadat
Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.[9]
b.          Mengerjakan Shalat lima waktu
Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. Shalat dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang yang mendapat musibah.
Selain itu shalat (khususnya jika dilaksanakan berjamaah) menghasilkan serangkaian perbuatan seperti kesahajaan, imam dan ma’mum sama-sama berada dalam satu tempat, tidak saling berebut jadi imam, jika imam batal dengan rela untuk digantikan yang lainnya, selesai shalat saling berjabat tangan, dan seterusnya. Semua ini mengandung ajaran akhlak.
c.          Zakat mengandung didikan akhlak
Orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.
d.          Ibadah Puasa
Bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang.
e.          Ibadah Haji
Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun islam lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji ibadah dalam islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya.  Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang artinya sebagai berikut :
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah, 197)
Hubungan antara rukun islam terhadap pembinaan akhlak sebagaimana digambarkan di atas, menunjukan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak.
2.          Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus-menerus. Al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi bi’atnya yang mendarah daging.[10] Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang kelamaan tidak lagi terasa dipaksa.
3.          Memberikan Tauladan
Cara lain yang tak kalah ampuhnya dari cara-cara di atas dalam hal pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan.
4.          Bersikap Tawadu
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa mengaggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya.
5.          Memperhatikan Faktor Kejiwaan
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.[11] Ajaran akhlak yang diberikan kepada anak-anak dapat disajikan dalam bentuk permainan karena anak-anak lebih menyukai hal-hal yang bersifat rekreatif dan permainan.

BAB II
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran Konvergensi. Dalam aliran konvergensi akhlak dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Aliran ini tampaknya sesuai dengan ajaran islam.
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam. Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak dapat dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Halim, Nipan Abdul, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000.

Al-Ghazali, Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1993.

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.









[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 167
[2] Ibid.
[3] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 168
[4] Ibid, h. 169
[5] Nipan Abdul Halim, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, h. 154
[6] Nipan Abdul Halim, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, h. 182

[7] Nipan Abdul Halim, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, h. 211
[8] Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1993, h. 13
[9] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 160
[10] Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, h. 45
[11] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, h. 166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keimanan

                                                                  Pengertian Iman Kata Iman berasal dari  bahasa Arab  yang artinya...