IBADAH
A.
Pengertian Ibadah
Semua yang kita
perbuat dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari berhubungan dengan Allah
dan dengan sesama manusia atau yang sering disebut dengan habluminallah dan
hablu minannas. Agar hubungan tersebut terjaga, maka apa saja yang harus
dilakukan yang hubungannya dengan Allah dan apa saja yang harus dilakukan
sesama manusia, semua itu dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah.
Secara etimologi,
ibadah berarti merendahkan diri serta tunduk dan taat kepada yang diibadahi,
yaitu Allah Azza wa Zalla. Ibnu Taimiyyah berkata “ibadah adalah tunduk.
Namun, ibadah yang diperintahkan oleh syariat adalah perpanduan antara ketaatan
yang sempurna dan kecintaan yang penuh.”
Sebagaimana Firman
Allah SWT. :
وما خلقت الجن والإنس إلاليعبدون
Artinya : “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56)
B.
Macam-macam Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam
islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya.
1.
Ibadah Mahdah
Ibadah mahdah atau ibadah khusus
ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan
perincian-perinciannya.
Jenis ibadah yang termasuk mahdah adalah :
a.
Wudhu
b.
Tayamum
c.
Mandi Hadats
d.
Shalat
e.
Puasa
f.
Haji
g.
Umrah
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip
:
1)
Keberadaannya harus berdasarkan
adanya dalil perintah, baik dari al Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan
otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
2)
Tatacaranya harus berpola kepada
contoh Rasul saw
3)
Bersifat supra rasional (di atas
jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan
wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebut hikmah tasyri, shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya. keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas
dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
4)
Azasnya “taat”, yang dituntut dari
hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib
meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
2.
Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah umum atau ghairu mahdhah adalah segala amalan
yang diizinkan oleh Allah, misalnya; belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong
dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada empat yaitu:
a.
Keberadaannya didasarkan atas tidak
adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka
ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah,
maka boleh melakukan ibadah ini.
b.
Tata laksananya tidak perlu berpola
kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
bid’ah, atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul
bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah
disebut bid’ah dhalalah.
c.
Bersifat rasional, ibadah bentuk ini
baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan
oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan,
dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.
Azasnya “Manfaat”, selama itu
bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
C.
Dasar-dasar Ibadah
dan Fungsinya
1.
Dasar Ibadah
Ibadah
harus dibangun atas tiga dasar. Pertama, cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya dengan mendahulukan kehendak, perintah, dan menjauhi
larangan-Nya. Rasulullah saw. Bersabda,
“Ada
tiga hal yang apabila terdapat dalam seseorang niscaya ia akan mendapatkan
manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang
lain; bahwa ia tidak mencintai seseorang melainkan semata karena Allah; dan
bahwa ia membenci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya,
sebagaimana ia membenci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Bukhari dan
Muslim, dari Anas bin Malik)
2.
fungsi ibadah
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam.
a.
Mewujudkan hubungan antara hamba
dengan Tuhannya.
Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi
oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan
kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya
pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera
dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5 : إياك نعبدوإياك نستعين“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”
b.
Mendidik mental dan menjadikan
manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa
dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima
dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara
tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan
masyarakat.
c.
Melatih diri untuk berdisiplin
Suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut
kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam
pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud
dan aturan-aturan lainnya.
D.
Hikmah dari Ibadah
1.
Tidak syirik, Yaitu
ia telah menegetahui segala sifat-sifat yang dimiliki-Nya adalah lebih besar
dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-
Nya.
2.
Memiliki ketakwaan,
Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia
setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT.
3.
Terhindar dari
kemaksiatan, Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat. Sehingga dapat
menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan.
4.
Berjiwa sosial,
Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaaan
lingkungan di sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah
yang dikerjakannya.
5.
Tidak kikir, Harta
yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT. Yang
seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan ummat
E.
Syarat-syarat Ibadah
1.
Ikhlas,
semata-mata mengharap ridho Allah Ibadah yang dilakukan
oleh seseorang tidak akan diterima di sisi Allah, kecuali jika diniatkan
karena-Nya. Tidak karena suami, orang tua, atasan kerja, dan sebagainya. Sebab
yang seperti itu, bisa masuk kategori syirik yang samar.
2.
Mahabbah dan Taat
(penuh rasa cinta dan tunduk)
Hendaknya seseorang melaksanakan
ibadah karena karena taat dan rasa cintanya kepada Allah, bukan karena
rutinitas dan keterpaksaan, sebab yang demikian itu akan menyebabkan
terkabulnya ibadah yang ia lakukan.
3.
Sesuai dengan
sunnah Rasulullah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa
ibadah adalah perkara taufiqiyyah. Tidak diperkenannkan baggi seseorang
melaksanakan ibadah, kevuali sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah.
Allah berfirman, yang artinya: “Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai
Allah, maka ikutilah aku, maka Allah pasti mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu, dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Ali ‘Imran:
31)
4.
Istiqamah atau
kontinue
Allah berfirman, yang artinya: “Hendaklah
kamu istiqamah seperti yang diperintahkan.” (Hud: 112). Hendaknya ibadah
kita dilakukan secara terus-menerus dengan hanya mengharap ridha Allah.
5.
Iqtishad
(sedang-sedang saja)
Artinya dilakukan berdasarkan fitrah, sesuai
dengan kapasitas dan tidak memisahkan antara yang satu dengan syarat yang lain.